Senin, 18 Juni 2012

Equality Before The Law


Pertanyaan:
Jika memang negara Indonesia adalah benar-benar negara hukum (“rechtsstaat”) yang mengagungkan dan mengedepankan nilai “equality before the law”, semua orang sama dihadapan hukum, patutkah kiranya perkara-perkara pidana, khususnya perkara-perkara korupsi dipetieskan atau diendapkan atau apapun istilah yang dipergunakan untuk itu.
Publik terus bertanya mengapa hukum menjadi diskriminatif di negeri ini? Bukankah prinsip hukum menjelaskan, bahwa semua warga negara, apa pun jabatan dan profesinya, sama di hadapan hukum? Secara yuridis, bagaimana penerapan asas “semua warga negara sama di hadapan hukum”?
Ana Eres, Malang
Jawaban:
Persamaan di hadapan hukum atau equality before the law adalah salah satu asas terpenting dalam hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin rule of law yang juga menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Equality before the law berasal dari pengakuan terhadap individual freedom. Sehubungan dengan hal tersebut Thomas Jefferson menyatakan, bahwa that all men are created equal, terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar manusia.
Ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hal ini dimaksud, bahwa semua orang diperlakukan sama di depan hukum. Dengan demikian asas equality before the law telah diintodusir dalam konstitusi (supreme law), suatu pengakuan tertinggi dalam sistem peraturan perundang-undangan di tanah air. Ironisnya dalam praktek/penerapannya, hukum di Indonesia masih diskriminatif. Equality before the law tidak diterapkan secara equal bahkan seringkali diabaikan, kepentingan kelompok tertentu lebih mengedepan dibandingkan kepentingan publik. Sebagai suatu contoh, tehadap penyidikan Boediono dan Sri Mulyani – dalam pengusutan kasus Bank Century yang lalu -- yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk meminta keterangan, tim penyidik KPK harus datang ke Istana Wakil Presiden yang kemudian berubah ke Istana Negara dan kantor Kementerian Keuangan. Mengapa bukan mereka yang dipanggil KPK? Dan berjalan sesuai dengan prosedur, di tempat KPK.
Dengan demikian, bagaimana asas equality before the law? Dalam kenyataan, tidak ada perlakuan yang sama (equal treatment), dan itu menyebabkan hak-hak individu dalam memperoleh keadilan (access to justice) terabaikan. Perlakuan “yang berbeda” antar warga negara dalam hal ini, menyebabkan pengabaian terhadap kebebasan individu. Ini berarti, kepastian hukum terabaikan.
Sejatinya, asas equality before the law bergerak dalam payung hukum yang berlaku umum (general) dan tunggal. Ketunggalan hukum itu menjadi satu wajah utuh di antara dimensi sosial lain, misalnya terhadap ekonomi dan sosial. Persamaan “hanya” di hadapan hukum seakan memberikan sinyal di dalamnya, bahwa secara sosial dan ekonomi orang boleh tidak mendapatkan persamaan. Perbedaan perlakuan “persamaan” antara di dalam wilayah hukum, wilayah sosial dan wilayah ekonomi itulah yang menjadikan asas equality before the law tergerus di tengah dinamika sosial dan ekonomi.
Dalam era informasi, asas equality before the law juga mesti terkait dengan asas publisitas di dalam hukum. Setiap orang dianggap tahu dengan hukum, meskipun dia tidak pernah diajak merumuskan hukum yang dibuat. Dalam hal ini, asas equality before the law mesti terkait dengan asas partisipasi pembentukan hukum dan persamaan atas informasi suatu perundang-undangan yang dibuat legislatif. Sehingga, equality before the law juga harus didahului dengan persamaan memperoleh informasi terhadap suatu peraturan yang diundangkan. Asas publisitas ini menuntut pemerintah melakukan sosialisasi peraturan yang sudah dibuatnya.
Reformasi hukum di Indonesia dirasakan belum dapat mengimbangi perkembangan yang terjadi di masyarakat. Selain itu reformasi hukum dinilai belum sepenuhnya mampu menangani permasalahan penegakan hukum yang masih carut-marut. Pemahaman akan konsep equality before the law masih belum sepenuhnya diterapkan atau pun dipahami secara benar.
Akhirnya, dengan mengutip pernyataan Prof. Romly A. Sasmita yang menyatakan, bahwa jika masih ada undang-undang yang memberikan keistimewaan perlakuan, maka undang-undang tersebut bertentangan secara diametral dengan UUD 1945 dan perubahannya, yang menyatakan secara eksplisit, bahwa hak setiap orang untuk diperlakukan sama di hadapan hukum -- equality before the law -- dalam posisi apa pun juga.***
www.surabayapagi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar